Friday, 30 May 2025

Taman Mahkota, Permata Malam


Di Bandar Seri Begawan yang tenang,

Terbentang taman laksana ukiran zaman,

Taman Mahkota Jubli Emas, megah bersinar,

Menjulang indah di bawah sinar bintang.


Langkah kaki menyapa lorong berlampu,

Gemerlapan bak mutiara di dada malam,

Cahaya emas menari di permukaan air,

Membingkai Masjid Omar ‘Ali, megah bersulam.


Bersandar di bangku senyap berseri,

Angin lembut membawa harum kenangan,

Bayang pokok melambai bisu,

Meneman jiwa yang larut dalam kedamaian.


Anak kecil berlari riang,

Bersama tawa mencuri sunyi,

Pasangan melakar cerita cinta,

Di bawah langit yang merah jingga.


Sungai Brunei berkilau tenang,

Memantul cahaya dari seberang,

Kota lama dan moden bersatu,

Dalam irama malam yang syahdu.


Wahai Taman Mahkota, indahmu tak pudar,

Malam menjadikanmu lukisan bersinar,

Di sinilah damai menjadi nyata,

Dalam pelukan bintang dan cahaya.


@WRJ


Déjà Vu


It happened again, that slip in time—

A glance, a word, a subtle rhyme, 

The way your laughter filled the room,

Like roses blooming in full bloom.


I’d swear I’ve lived this scene before,

This aching pull, this open door.

You reached for me with gentle eyes,

As if you knew where my heart lies.


A cup half-drunk, a whispered line,

The stars aligned the same as mine.

Your hand brushed mine, and in that spark,

I wandered through a memory dark.


Not quite a dream, not quite the truth,

A haunting echo of my youth.

Had we once kissed beneath this sky?

Did you once love me—tell me why


It all feels stitched into my skin,

Like I’ve been here, like I’ve been in

The rhythm of your breath before,

Some other life, some distant shore.


Perhaps love writes in loops and rings,

Repeating all the sacred things.

Or maybe fate just has a way

Of letting love find where to stay.


So here we are, not new, not old,

In stories déjà vu foretold.

And though I can’t say when or where,

I know your soul—I’ve met you there.


@WRJ

Bandar Seri Begawan, Permata Damai


Di ufuk pagi, mentari berseri,

Menemani langkahku di bumi bersuci,

Bandar Seri Begawan, indah berseri,

Terpaut hati dalam damai yang abadi.


Air mengalir tenang di Sungai Brunei,

Masjid berkubah emas berdiri permai,

Taman dan bangunan serasi bersantai,

Keindahan ini sukar ditandingi, sukar terabai.


Langit biru memeluk bumi hijau,

Angin lembut menyapa tanpa jemu,

Di setiap lorong, senyum tak pernah layu,

Warga menyambut mesra, tulus dan jitu.


Suasana hening, jauh dari hiruk-pikuk,

Hati pun lapang, tiada rasa sesak,

Setiap detik bagai waktu yang elok,

Meninggalkan kenangan yang takkan retak.


Oh Bandar Seri Begawan, kota nan damai,

Dalam pelukmu, resah hati terlerai,

Kecantikanmu bukan sekadar pada pandang,

Tapi juga pada insan yang ramah dan senang.



@WRJ

10.30am


Grace in Every Leaf



Beneath the skies of morning gold,

Where whispers stir the trees of old,

The sun ascends with gentle light,

A daily gift, serene and bright.


The rivers hum a sacred tune,

They mirror stars and cradle moon.

Each drop, a prayer the heavens keep—

A lullaby for hearts that weep.


The mountains rise in quiet grace,

God’s fingerprints on time and space.

Their silence speaks in holy tones,

A truth far deeper than our own.


The flowers bloom with no pretense,

Pure miracles of innocence.

A blade of grass, a drifting cloud,

All praise His name without a sound.


The birds that dance upon the breeze,

Their wings like psalms among the trees—

They do not toil, nor do they fear,

Yet all they need, the Lord makes clear.


O let my soul not miss the sign—

That every breath, each step, is mine

Because of mercy, not of right,

Because His love restores my sight.


So here I stand with grateful eyes,

Beneath the ever-changing skies.

For nature’s song and life’s sweet span,

I thank the heart of God-made man.


@WRJ


Subuh Menyapa


Dalam sepi yang belum terjaga,

subuh melangkah perlahan—

hembusan angin seperti zikir,

menyentuh hati yang ingin tenang.


Langit masih kelabu,

namun ada cahaya malu-malu

mengintai di balik awan,

seolah syurga sedang membuka tirai.


Dedaunan tidak bersuara,

burung-burung belum bersahut,

hanya bisikan azan

yang membelah keheningan—

menyentuh relung jiwa yang haus.


Langkah ke masjid terasa ringan,

udara dingin menyapu wajah

seperti tangan Tuhan

yang lembut membelai hamba-Nya.


Tiada hiruk-pikuk dunia,

tiada derap dosa semalam,

hanya harapan yang baru mekar

dalam hati yang mahu pulang.


Subuh—

adalah detik di mana dunia tunduk,

dan jiwa manusia

mendekat kepada fitrah.



@WRJ

5.39am


Thursday, 29 May 2025

Warisan Cinta dari Syurga


* Mengenang Arwah Ayah & Wan (Ibu)


Di sebalik langit yang tenang membiru,

Tersimpan doa yang tak pernah jemu,

Untuk ayah dan ibu, bintang hatiku,

Yang kini damai dalam pelukan waktu.


Kalian, pelita di malam gelap,

Membimbing langkah walau telah senyap,

Dengan kasih yang tak pernah pudar,

Dengan sabar yang tak pernah lelah bersabar.


Tiap sujud kalian — hening dan tulus,

Adalah pelajaran paling mulus,

Tentang hidup yang penuh syukur,

Tentang cinta yang kekal dan jujur.


Ayah, dengan diammu yang penuh makna,

Ibu, dengan senyummu yang menyejuk jiwa,

Kini wajah kalian hadir di dalam doa,

Mengiringi hari-hariku tanpa suara.


Rindu ini tak bisa dikata,

Ia tumbuh di setiap detik dan masa,

Tapi ku tahu kalian bahagia di sana,

Di sisi Allah, di taman cinta yang tiada dusta.


Aku ingin jadi seperti kalian dulu,

Penyayang tanpa syarat, sabar tak berbatas,

Rajin beribadah walau dunia tak menentu,

Agar kelak kita bersatu dalam rahmat yang luas.


Tenanglah, ayah dan ibu tercinta,

Warisan kalian adalah cahaya,

Yang akan ku bawa sampai hujung usia,

Dengan doa, amal, dan air mata bahagia

Aamiin Ya Allah🤲


@WRJ


Buang yang Keruh, Ambil yang Jernih


Dalam gelora perselisihan,

Terkadang lidah lebih tajam dari pedang,

Tersilap bicara, tercuit rasa,

Persahabatan retak, kepercayaan hilang.


Namun hidup bukan medan dendam,

Tiada untung menyimpan bara,

Yang kelam jangan terus disimpan,

Biarlah hati belajar reda.


Buang yang keruh —

Segala amarah yang membakar dada,

Ego yang membusung megah,

Curiga yang melukis prasangka.


Ambil yang jernih —

Kenangan indah yang dulu mengikat,

Ketawa bersama yang pernah tercipta,

Ikhlas yang lahir dari hati yang lunak.


Manusia bukan malaikat,

Silap dan alpa itu sifat,

Tapi memaafkan, itu kekuatan,

Membaiki, itulah kemuliaan.


Jika air boleh jernih semula,

Kenapa tidak hati kita?

Jika sungai terus mengalir,

Mengapa dendam perlu mengalir lebih lama?


Mari kita saling membuka ruang,

Beri peluang kedua tanpa syarat,

Buang yang keruh, ambil yang jernih,

Agar hidup ini lebih berkat.


@WRJ


Langkah Hati yang Cerah



Dalam gelap malam yang sunyi,
Hati berbicara tanpa henti,
“Jangan tunduk pada duka sepi,
Kerana esok masih menanti.”

Biar badai menggoncang jiwa,
Biar kata dunia penuh cela,
Langkah tetap gagah di dada,
Dengan harapan sebagai cahaya.

Senja tak selamanya kelam,
Pagi pasti menjelma terang,
Siapa yang tabah dan diam,
Akhirnya hidupnya jadi gemilang.

Jangan layu dalam kecewa,
Jangan mati kerana cela,
Bangkitlah dengan jiwa waja,
Tuhan tahu usaha manusia.

Positif bukan sekadar senyum,
Ia perjuangan tanpa jemu
Hati yang lapang, fikiran tenang,
Menjadi benteng dari malang.



Back to Where My Heart Still Lives

 "Back to Where My Heart Still Lives"


I walked away, too blind to see,

The gold I held was loving me.

Now silence sleeps where laughter stayed,

And warmth is what I’ve long betrayed.


I chased the world, but lost the race,

No hand compares, no voice, no face.

The echo of your name remains,

A sweet old song in bitter rains.


I thought I’d find myself alone—

Instead, I found a colder home.

Your absence grew like climbing vines,

Wrapped round my soul in tight confines.


They say men break, then they regret,

Well, here I am, not done just yet.

No pride to block this humbled cry,

No fear to face a last goodbye.


If healing waits behind your door,

And love still breathes beneath the floor,

Then take me not as who I was,

But who I am—because of loss.


I do not beg for perfect peace,

Just one more chance, a small release.

To fix the cracks, to mend the past,

To make a love that truly lasts.


If fate allows, if hearts forgive,

Let me return—let me relive.

Not just a man who made you ache,

But one who learns, for heaven’s sake.

"Kerana Nila Setitik, Rosak Susu Sebelanga": Pepatah Lama, Pengajaran Sepanjang Zaman

Pepatah Melayu “kerana nila setitik, rosak susu sebelanga” membawa makna yang sangat mendalam — betapa satu kesalahan kecil atau individu ya...